Rabu, November 29, 2023

Belajar, Berjuang dan Bertakwa, Masihkah Ada?

“Tulisan ini, anggap saja sebagai catatan reflektif saat saya menghadiri acara Konferensi Cabang (Konfercab) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Kabupaten Indramayu pekan kemarin, bahwa setiap memasuki gedung PCNU acap kali terbayang dengan Kiai dan Nyai penggerak NU yang telah tiada.”

Kutub.id- Sepulang menimba ilmu di Yogyakarta, saya masih merasakan kantor PCNU Kabupaten Indramayu di Jalan Panjaitan yang sederhana. Setiap terselenggara rapat besar, sepanjang jalan raya selalu dipenuhi oleh parkir kendaraan.

Berbanggalah kini, warga NU di Kabupaten Indramayu sudah mempunyai pusat gedung dakwah yang representatif. Meski, kemacetan jalan utama masih sering terjadi.

Sebagai mantan alumni, saya melihat gairah berorganisasi pelajar NU kian besar. Meski tantangan yang di hadapi kian besar pula. Jargon Belajar, Berjuang dan Bertakwa menjadi modal pelajar NU untuk tetap berkiprah dimana saja dan kapan saja. Pertama, saya memaknai, bahwa belajar adalah semangat menimba ilmu yang tak pernah putus.

“Setiap pengalaman adalah sekolah, dan setiap orang yang kita jumpai adalah guru dari segudang pengetahuan.”

Jika mengacu kalimat tersebut, jangan sampai pelajar NU terpolarisasi dalam kelompok kepentingan, terutama jelang pesta demokrasi lima tahunan baik skala lokal, regional, maupun nasional. Belajar saja dulu, toh pada saatnya nanti kita semua akan terjun dalam masyarakat, dan berkiprah dalam konteks yang lebih luas.

Kedua, anggota IPNU dan IPPNU berusia belasan tahun dan awal dua puluhan, yakni usia SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Sehingga, logika yang disampaikan harus disesuaikan dengan usia mereka.

“Ibarat kata, jika yang disampaikan gagasan atau konsep, maka tune-nya harus diturunkan. Maka, saya menempatkan berjuang dalam konteks ini. Medan juang IPNU dan IPPNU cukuplah berat, karena vase ini menjadi gerbang awal kaderisasi warga nahdliyin. Bagaimana pelajar yang masih unyu-unyu bisa tertarik dengan NU, bukan hanya faktor biologis, namun bagaimana menumbuhkan jiwa militansi, semangat berorganisasi, dan rasa memiliki terhadap NU baik sebagai jama’ah maupun jam’iyyah.”

Terakhir, tentang konsep bertakwa, bahwa NU akan terus tumbuh melahirkan banyak kader baru melalui kaderisasi melalui pemanfaatan sekolah dan pesantren yang berada di bawah naungan LP Ma’arif NU maupun RMI NU. Namun, bagaimana jika berlokasi di villa? Suatu hari, ada teman-teman pelajar NU dari salah satu kampus. Mereka meminta saya mengisi Latihan Kader Muda (Lakmud) yang bertempat di sebuah villa di Kabupaten Kuningan.

Terus terang saya terkejut, karena hal tersebut di luar tradisi yang telah dibangun oleh IPNU dan IPPNU Indramayu. Dari sanalah lahir kader-kader NU, gaungnya di masyarakat sekitar akan lebih terasa, memberi rasa bangga, dan NU akan terus bertumbuh dengan melahirkan banyak kader baru.

“Kalau di villa? Ketakwaan kader dan pengurus akan semakin berat, rentan pergaulan beresiko juga kontrol yang lemah dari penyelenggara. Sementara jika di lembaga pendidikan, atau di pondok pesantren minimal tuan rumah dan masyarakat sekitar akan ikut memperhatikan, dan mengawasi proses berjalannya kaderisasi. Jadi takwa, selain berupaya menjaga diri sendiri dari hal tidak baik, juga menjaga marwah organisasi pelajar NU, serta NU secara umum.”

Akhir kata, saya pun percaya di tangan yang tepat jargon Belajar, Berjuang dan Bertakwa, pelajar NU akan terus dipegang kuat, sambil terus pula memodifikasi dan mengatur strategi bagaimana agar proses pengkaderan tidak berhenti, dan tidak pernah mati.

“Selamat untuk Ketua PC IPNU dan PC IPPNU yang terpilih. Selamat bekerja, mengawal gerbang pembuka proses pengkaderan di Nahdlatul Ulama Kabupaten Indramayu.”

Fatimatuzzahro, Anggota Majelis Alumni IPPNU Kabupaten Indramayu.

Baca Juga

Stay Connected

0FansSuka
20PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -

Latest Articles