KUTUB.ID– Mengalami momen-momen kesedihan tentu menjadi sebuah pengalaman yang sangat menyakitkan. Tidak bisa pungkiri jika dalam hidup semuanya saling berpasangan, tinggi-pendek, tampan-jelek, hitam-putih, begitu pun sedih dan bahagia semuanya berdampingan dan saling berkaitan.
Momen-momen sedih itu bisa datang kapan saja dan di mana saja serta datang dari siapa saja. Bisa jadi momen itu datang karena jalinan kisah-kasihmu yang kandas di tengah jalan, bisa juga karena ditinggalkan oleh seseorang untuk selama-lamanya, atau sebab-sebab yang lainnya.
Seorang psikiater asal Amerika-Swiss, Elisabeth Kubler-Ross mengusulkan teori yang dikenal sebagai 5 Tahap Kesedihan (The Five Stages of Grief) yang menyatakan bahwa setiap orang mengalami 5 tahapan dalam menghadapi kesedihan.
Lima tahapan tersebut yakni penyangkalan (denial), marah (anger), menawar (bargaining), depresi (depression), dan penerimaan (acceptence).
Momen-momen kesedihan itu bisa dialami oleh siapapun, kapanpun, dan dimanapun. Nabi Nuh ‘alaihissalam pernah bersedih karena kehilangan anak dan istrinya, Nabi Ya’qub juga pernah bersedih karena kehilangan putranya yakni Nabi Sulaiman ‘alaihissalam, dan Nabi Muhammad SAW juga pernah mengalami momen-momen kesedihan yang sangat mendalam ketika kehilangan istrinya Khadijah dan paman tercintanya Abu Thalib sehingga masa-masa itu dikenal dengan ammul huzni (tahun kesedihan). Namun, lantas kesedihan itu tidak sampai melebihi batas dan mengganggu keimanan para nabi dan rasul.
Kita tentu berbeda dengan para nabi dan rasul, kita hanya manusia biasa yang sekaligus menjadi umatnya yang mengikuti jejak suri tauladannya. Akan tetapi, setidaknya kita dapat mengambil hikmah positif tentang bagaimana cara mengatasi kesedihan sehingga kita tidak lagi larut dalam kesedihan yang terlalu lama.
Larut dalam kesedihan yang terlalu lama juga bukan suatu perkara yang baik. Terlalu larut dalam kesedihan sampai-sampai merubah karakter dan sikap kita secara signifikan juga bukanlah hal yang baik. Apalagi, perubahan itu mengarah pada hal-hal negatif yang bisa jadi akan merugikan diri kita sendiri bahkan orang lain.
Hal-hal seperti itu bisa saja terjadi bagi orang-orang yang gersang jiwanya, lemah agamanya, dan minim pengetahuannya. Tetapi, mempunyai angan-angan dan harapan yang begitu besar.
Sehingga ketika apa yang terjadi tidak sesuai dengan ekspektasi harapan dan angan-angannya, ia seperti orang yang kehilangan harapan karena tidak mempunyai pegangan dan alasan lagi untuk hidup. Akibatnya, ada orang yang menjadi depresi, putus asa, bahkan sampai bunuh diri.
Melalui firman-Nya, Allah swt memberikan motivasi kepada hamba-
hambanya yang bersedih:
وَلاَ تَهِنُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ الأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
Artinya: Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imran [3]: 139).
(Agung Gumelar)