Oleh Rena Asyari
Kutub.id- “Celebrating Diversity, Embracing Creativity” adalah tema yang diusung dalam gelaran Festival Budaya Nusantara ke-IV, Antropologi Budaya Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung. Festival yang digelar secara virtual ini dihelat 27-28 Oktober 2021. Seperti yang dikatakan oleh ketua pelaksana acara Neneng Yanti Khozanatu L. Festival ini bukan hanya milik Antropologi Budaya ISBI Bandung, tetapi menyasar semua kalangan yang peduli dan berbahagia pada keragaman budaya dan kreativitas.
International Webinar, Opening Virtual Art Gallery, Talkshow Entrepreneurship, Sharing Session with Practitioners menjadi tawaran acara selama dua hari tersebut. Syaiful Huda Syafii, Made Mantle Hood, Sharyn Graham Davies, Bambang Sundayana, Indriyani Handyastuti, Kawendra Lukistan, Iman Soleh, Arief Yudi, Robi Rusdiana, Efiq Zulfikar, Alfiyanto diundang untuk berbagi pemikiran dan kisah mereka. Acara semakin meriah dengan performing collaboration dari Ethnotik Gamelan Australia, Ensamble Tikoro dan WAJIWA. Selain itu, ada pula competition esay writing dan pameran seni BNPB.
Festival Budaya Nusantara ke-IV menyikapi kesenian dan budaya pasca pandemi covid-19. Pandemi yang telah berlangsung hampir dua tahun berdampak pada terhentinya seluruh aktivitas seni dan budaya yang melibatkan massa. Para pelaku dan apresiator seni mau tak mau harus patuh pada aturan pemerintah mengenai dibatasinya ruang publik.
Made Mantle Hood menawarkan ide yang menarik sebagai strategi adaptasi melalui pertunjukan ontologi. Made memberikan studi kasus kakawin, taksu Ubud. Para pelaku seni beradaptasi dengan teknologi. Mantra Saraswati tidak hanya disampaikan dengan cara-cara tradisional tetapi bersentuhan dengan modernitas. Memanfaatkan youtube sebagai salah satu cara agar pertunjukan tersebut tidak hanya terdokumentasi tetapi dikenal lebih luas lagi.
Pandemi Covid-19 telah mengubah tatanan kehidupan sosial masyarakat. Rasa menanggung derita yang sama memunculkan nilai-nilai sosial ke permukaan. Tolong-menolong, tumbuhnya empati, kerjasama dan kolaborasi menjadi obat mujarab menghadapi rentetan peristiwa duka yang tak kunjung berakhir ini.
Menurut Sharyn Graham Davies, masyarakat di Indonesia cukup solid menghadapi pandemi covid-19. Komunitas-komunitas kecil terus bergerak memberikan bantuan pada masyarakat, di kala pemerintah kesulitan menangani peristiwa global ini.
Sayangnya, upaya yang dilakukan komunitas-komunitas tersebut terkadang terbentur oleh sikap masyarakat lebih mempercayai berita bohong tentang vaksin dan bahkan tidak mempercayai adanya covid-19. Namun, seiring berjalannya waktu dan masa pandemi yang tak juga usai, masyarakat memilih untuk bergandengan tangan, mendukung satu sama lain.
Budaya baru kini telah lahir. Bambang Sundayana meyakini bahwa penguatan komunitas, organisasi sosial-budaya, dan tokoh masyarakat harus dilakukan secara rutin. Penguatan tersebut dapat menjembatani masyarakat untuk memahami cara-cara baru. Kesenian, tradisi, dan bahasa dapat pula menjadi media berkomunikasi dengan masyarakat ketika mereka mengalami kesulitan beradaptasi.
Komunitas menjadi salah satu bagian dari kehidupan sosial masyarakat. Begitu pula dengan komunitas seni yang terus melakukan upaya berkesenian. Strategi kebudayaan bukan hanya pertunjukan. Masyarakat harus dilibatkan karena mereka bagian terpenting dalam membangun ekosistem kesenian.
Dalam obrolan dengan Iman Soleh (Celah-Celah Langit), Arief Yudi (Jatiwangi Art Factory), dan WAJIWA komunitas seni adalah ruang bersama dalam menyimpan memori, trauma, dan kesombongan kolektif. Ruang belajar untuk membangun mental, imajinasi, kecerdasan, empati, dan menumbuhkan kepekaan pada lingkungan.
Rasa menderita bersama-sama melahirkan kesepakatan bersama yang membentuk tradisi baru. Seringkali seni dilihat hanya sebagai sebuah pertunjukkan, namun dibalik pertunjukan tersebut ada kebijakan yang sedang dikritisi. Puncak dari sebuah kesenian bukanlah pergelaran. Pertunjukkan hanya bagian terkecil dari ekosistem kesenian. Kesenian harus membangun isu yang berpihak dan memberikan kemanfaatan yang besar bagi masyarakat.
Pandemi Covid-19 telah mengobrak-abrik kemapanan berkesenian baik secara fisik, mental maupun finansial. Minimnya pemahaman literasi keuangan para pelaku seni budaya menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Semua pihak menjadi gagap. Namun, adaptasi adalah cara manusia bertahan. Kegiatan seni dan budaya tak boleh berhenti.
Festival Budaya Nusantara telah menjadi ruang pembuka untuk setiap individu berkreasi, berkolaborasi dan membangun jejaring agar keragaman budaya dan kreativitas terus hidup. Dengan dukungan masyarakat dan pemerintah para pelaku seni budaya layak optimis bahwa kebudayaan dan industri kreatif mempunyai kekuatan untuk bangkit pada fase pasca pandemi covid-19.
Penulis merupakan Pegiat Literasi. Menaruh minta pada Sastra, Seni dan Budaya.