Kutub.id – Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Kemajuan zaman diiringi dengan berkembangnya informasi dan tingkat kemampuan intelektual manusia serta kemajuan ekonomi dan meningkatnya pendidikan wanita maka banyak ibu rumah tangga yang tidak hanya berfungsi sebagai manajer rumah tangga, tetapi juga ikut berkarya di luar rumah. Partisipasi perempuan menyangkut peran tradisi dan transisi.
Peran tradisi atau domestik mencakup peran perempuan sebagai istri, ibu dan pengelola rumah tangga. Sementara peran transisi meliputi pengertian perempuan sebagai tenaga kerja, anggota masyarakat dan manusia pembangunan. Pada peran transisi wanita sebagai tenaga kerja turut aktif dalam kegiatan ekonomis (mencari nafkah) di berbagai kegiatan sesuai dengan keterampilan dan pendidikan yang dimiliki serta lapangan pekerjaan yang tersedia.
Saat ini, peran perempuan telah bergeser dari peran tradisional menjadi modern. Dari hanya memiliki peran tradisional, tetapi kini perempuan juga bisa mengibarkan sayapnya di luar domestik. Walaupun menjadi buruh, tetapi setidaknya mereka tidak hanya menopang gaji dari suaminya.
Secara tradisional, peran perempuan seolah dibatasi dan ditempatkan dalam posisi pasif yaitu perempuan hanyalah pendukung karir suami. Peran perempuan yang terbatas hanya untuk mengurus rumah tangga membuat perempuan identik dengan pengabdian kepada suami dan anak.
Peran ganda perempuan adalah perempuan di suatu pihak keluarga sebagai pribadi yang mandiri, ibu rumah tangga, mengasuh anak-anak dan sebagai istri serta di pihak lain sebagai anggota masyarakat, sebagai pekerja dan sebagai warga negara yang dilaksanakan secara seimbang.
Berbicara mengenai perempuan yang bekerja atau perempuan yang mempunyai peran ganda pasti mereka memiliki konflik peran. Dalam hal ini konflik yang dialami oleh seorang perempuan yang mempunyai peran ganda yaitu dapat menyebabkan ketidakseimbangan peran atau terjadi proses peran satu mencampuri peran yang lain, yaitu apabila terjadi secara terus-menerus dan dengan intensitas yang kuat dapat menyebabkan konflik pekerjaan-keluarga (work-family conflict). Ketika seseorang mengalami konflik pekerjaan-keluarga, pemenuhan peran yang satu akan mengganggu pemenuhan peran yang lainnya sehingga akan berdampak terhadap prestasi kerja.
Adanya anggapan bahwa pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan, berakibat kaum perempuan harus menanggung semua beban pekerjaan domestik. Pemberian beban kerja ini dirasakan sangat berat bagi kaum perempuan, terutama bagi perempuan pekerja. Sebab, mereka selain dituntut mampu menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga, mereka juga harus menunjukkan prestasi yang baik di tempat kerjanya.
Terkait konflik tersebut dapat kita lihat bahwa seharusnya laki-laki ikut membantu peran perempuan dalam pekerjaan domestik. Karena, pada dasarnya perempuan juga ikut membantu dalam hal perekonomian. Jika pekerjaan dalam rumah tangga tidak mendapat bantuan dari suami, maka intensitas pelayanan pada suami dan anak-anak pun menjadi berkurang karena ia sendiri juga membutuhkan pelayanan bagi dirinya sendiri akibat kelelahan sehabis bekerja.
Jadi, konsep kesetaraan gender di sini harus ditegakkan agar, perempuan pun mempunyai hak untuk berkedudukan setara dengan laki-Laki. Di sini pun dikatakan bahwa penting bagi perempuan untuk mengetahui sejauh mana mereka dapat disetarakan dengan laki-laki. Selain itu, memberikan hak yang sama dengan laki-laki, perempuan akan merasakan keadilannya itu sudah terpenuhi secara utuh. Maka keseimbangan kehidupan pun akan terwujud menjadi keluarga yang berkesetaraan dan berkeadilan gender. (Astiq Istiqomah)