KUTUB.ID– Islam mempunyai ajaran kemaslahatan manusia. Sementara itu, manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan. Kajian seputar perempuan dianggap perlu untuk dibahas karena perspektif laki-laki terlalu kuat, sehingga perlu keseimbangan.
Landasan Berpikir:
Islam sebagai agama pada hakikatnya terlihat pada aspek nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung di dalamnya. Salah satu bentuk dari nilai kemanusiaan tersebut adalah pengakuan yang tulus terhadap kesamaan dan kesatuan manusia. Kedudukan manusia sebagai Khalifatullah fi al-‘ardh merupakan makhluk yang paling mulia dan bermartabat (QS. al-Baqarah, [2]: 30 dan al-Isra’[17]: 70).
Nilai kemanusiaan tersebut secara jelas menggambarkan prinsip di mana Islam tidak membeda-bedakan kedua jenis makhluk yaitu perempuan dan laki-laki, mereka memiliki kedudukan yang sama. Bahkan Islam sangat menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, kesamaan dan keadilan tersebut. Konsep ini sangat penting terutama dalam kaitan dengan pemahaman terhadap teks-teks suci keagamaan.
Al-Quran memandang laki-laki dan perempuan setara sebagai makhluk dan khalifah di muka bumi. Kesetaraannya bersifat kualitatif. Bersifat kualitatif ialah menjadikan perempuan sebagai standar makhluk yang berjenis perempuan, bukan laki-laki sebagai standar makhluk perempuan.
Poin utama dalam isu Feminisme Islam:
Feminisme dalam Islam jelas berbeda dengan konsep atau pandangan feminis yang berasal dari Barat, khususnya yang ingin menempatkan laki-laki sebagai lawan perempuan.
Feminisme Islam berupaya untuk memperjuangkan hak-hak kesetaraan perempuan dengan laki-laki yang terabaikan di kalangan tradisional konservatif.
Feminisme Islam tidak melulu mengikuti model feminisme sekuler, karena feminisme Barat yang Eurosentris, sangat anti agama, dan tidak cukup mewakili kepentingan masyarakat di Dunia Ketiga
Oleh karena itu, perempuan harus memperjuangkan kesetaraan dan keadilan sosial melalui penelaahan kembali doktrin agama, bukan mengenyahkannya.
Penyebab munculnya isu Feminisme dalam Islam:
Perempuan akan merasakan ketidakadilan karena perbuatan tidak adil itu sendiri, dan lima hal di bawah:
Stigmatisasi yaitu perempuan dianggap sebagai sumber fitnah dan kerusakan bersumber dari perempuan.
Marginalisasi yaitu perempuan tidak dilibatkan dalam keputusan-keputusan penting.
Sub-ordinasi yaitu memandang perempuan sebagai objek seksual saja. Padahal perempuan memiliki hak intelektual dan spiritual.
Kekerasan verbal, sosial, dsb. Perempuan jadi objek yang mudah disakiti, dihina, dan dicacimaki karena dianggap makhluk yang lemah.
Beban dan tugas yaitu perempuan hanya mengurusi urusan domestic. Sehingga muncul semboyan “kasur, sumur, dapur.” Akibatnya, perempuan dilarang keluar rumah kecuali bersama mahramnya.
Jalan keluar dari sikap tidak adil terhadap perempuan ialah dengan memosisikan perbedaan khas antar perempuan dan laki-laki pada posisi yang dapat dipertimbangkan.
(Siti Latifah/Ketua IPPNU Jawa Barat)