Kamis, Oktober 5, 2023

Inilah Aku: Belajar, Berjuang dan Bertaqwa

Kutub.id- Seorang gadis cerdas nan gigih dalam belajar, ia adalah Azizah. Gadis berumur 18 tahun berasal dari keluarga yang harmonis, memiliki adik bernama Abdul.

Sejak menempati bangku SMP, Azizah sudah tinggal dan sekolah di pondok pesantren dekat rumah Neneknya. Ayahnya adalah seorang petani sayur dan Ibunya sesekali berjualan nasi uduk di pasar agar mendapat tambahan uang.

Azizah merupakan gadis Penurut dan Taqwa. Tujuh bulan lagi Azizah akan lulus SMA, Azizah ingin meminta izin kepada orang tuanya untuk melanjutkan jenjang pendidikan.

“Dring-dring…” suara Azizah menelepon ayah dan ibunya.

Assalamualaikum, Ayah. Azizah ingin…” pembicaraan Azizah yang langsung di potong oleh Ayahnya.

Waalaikumsalam, akhirnya kamu menelepon. Azizah, adikmu masuk rumah sakit.” ucap ayah sembari cemas.

“Abdul sakit apa, Yah? sampai-sampai dibawa ke rumah sakit?”

“Abdul terkena demam tinggi. Maaf Ayah gak bisa lama-lama, karena Ayah harus segera membayar administrasi. ” jawab Ayah sembari mematikan handphone.

Azizah pun sangat sedih dan meminta teman-temannya agar mendoakan Adiknya yang sedang sakit. Azizah pun mendoakannya sambil menangis, ia sangat ingin melihat Adiknya, namun keinginan itu tidak bisa terwujud karena ia akan melaksanakan ujian di pondok pesantren.

Satu minggu berlalu, akhirnya libur Pondok Pesantren as-Sifa telah tiba, dan Azizah memanfaatkan waktunya untuk meminjam handphone Nenek untuk menanyakan kabar Adiknya.

Assalamualaikum, Ayah. Bagaimana kabar Abdul?” tanya Azizah penasaran.

Waalaikumsalam, alhamdulillah Abdul sudah pulang ke rumah dan keadaannya sudah membaik.”

“Syukurlah,” jawab Azizah sangat senang.

“Kamu bagaimana kabarnya? dan apa yang ingin kamu bicarakan waktu itu?”

“Alhamdulillah baik-baik saja. Begini Ayah, sebentar lagi Ujian Nasional dan Azizah ingin melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi di dekat rumah.”

”Kenapa kamu ingin melanjutkan ke jenjang perkuliahan, Nak? Bukannya kamu sedang membantu mengajar di pondok? Mengapa ingin berkuliah di sini, apakah ada masalah dengan Nenek?”

”Aku ingin mencari pengalaman lebih luas sambil mengajar mengaji di madrasah milik Paman, dan ingin membantu Ayah dan Ibu mengubah keterbatasan ekonomi keluarga. Tapi aku juga tidak akan memaksakan diri untuk berkuliah kalo memang Ayah dan Ibu tidak bisa membiayaiku.”

“Alhamdulillah hubungan saya dan nenek baik-baik saja, bahkan Nenek selalu memberi kebutuhan sekolah. Tapi, sebentar lagi Nenek akan di bawa tinggal bersama Bibi di Jakarta,” lanjutnya.

“Baiklah, jika itu yang kamu inginkan, Ayah akan membantu dan berusaha untuk mencarikan kampus yang dekat rumah.”

“Azizah juga akan selalu mengikuti baiknya bagaimana. Terima kasih Ayah. Assalamualaikum,” sembari mematikan telepon.

Azizah sebenarnya tahu jika Ayahnya keberatan karena sudah banyak mengeluarkan uang untuk membayar administrasi rumah sakit untuk pengobatan Abdul.

Azizah merasa bimbang, namun di sisi lain Azizah tahu bahwa orang tuanya tidak memiliki cukup uang untuk mewujudkan keinginannya. Hari demi hari, perasaan rindu Azizah kepada orang tuanya semakin menguat. Terkadang, ia mengurung di Mushola sembari Shalat Tahajud dan berdoa bagaimana caranya ia bisa kuliah tanpa menyusahkan kedua orang tuanya.

Keesokan harinya, Nenek melihat cucunya yang sedang bersedih, nenek pun bertanya kepada Azizah.

“Kenapa cucu kesayangan nenek bersedih? Nenek lihat matamu sembab, apakah kamu kurang tidur? Ceritakan padak nenek apa yang sedang menjadi masalahmu,” tanya nenek kepada Azizah.

“Aku baik-baik saja, tidak ada masalah apa-apa, Nek,” jawab Azizah sambil tersenyum kecil.

“Ceritakan saja kepada Nenek apa yang sedang mengganjal dihatimu.”

“Sebenarnya aku ingin melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi dan tinggal bersama Ayah dan Ibu, sedangkan Nenek sebentar lagi akan pindah. Namun, aku khawatir apabila Ayah tidak sanggup untuk membiayai aku kuliah,” terang Azizah.

“Nak, apa pun yang kamu inginkan lakukan asalkan kamu rajin dan gigih dalam belajar, serta selalu berdoa kepada Allah. Nenek sudah tua tidak bisa membantu, dan sebentar lagi Nenek akan pindah. Jadi, Nenek hanya bisa mendoakan.”

Setelah mendapat nasihat dari Neneknya, Azizah kembali bersemangat. Ia merasa yakin, bahwa selama dirinya rajin belajar serta terus bertaqwa kepada kedua orang tuanya, selalu berdoa kepada Allah, ia akan menemukan solusi yang terbaik, dan Allah akan memberikan takdir yang terbaik bagi hambanya.

Tiga minggu kemudian, Universitas Siliwangi akan mengadakan Lomba Pidato. Peringkat lima teratas akan mendapat beasiswa selama empat tahun. Mendengar kabar tersebut, Azizah sangat senang, Azizah pun belajar dan menyiapkan pidato yang terbaik. Agar bisa mendapatkan beasiswa tersebut.

Perlombaan pun tiba, Azizah berpamitan kepada kedua orang tuanya untuk mengikuti perlombaan yang bertepatan di Universitas Siliwangi. Pada saat pengumuman, Azizah mendapatkan peringkat dua dari 120 siswa yang mengikuti perlombaan tersebut.

Azizah segera pulang dan memberi tahu orang tuanya. Orang tuanya pun merasa lega karena Azizah adalah anak perempuan yang bisa mewujudkan keinginannya untuk berkuliah.

Azizah sangat senang karena Allah telah mengizinkannya berkuliah. Setiap hari sepulang kuliah, ia selalu membantu pamannya mengajar di madrasah yang di depan rumahnya. Azizah sangat bersyukur, karena telah merasakan kenikmatan yang luar biasa.

Mita Alawiyatus Sa’adah,
Belajar, Berjuang dan Bertaqkwa.

Baca Juga

Stay Connected

0FansSuka
20PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -

Latest Articles