Sabtu, September 23, 2023

Jangan-jangan Selama Ini Kamu Salah Menilai

Apakah kamu sebaik-baiknya yang kamu pikirkan? Seberapa berkompetenkah kamu dalam sebuah keahlian? Seperti apakah penilaian kamu selama ini atas kehidupan kamu sendiri?

Mungkin, pertanyaan di atas kamu anggap tabu belaka. Namun, pernahkah kamu sadari, bahwa hal ini merupakan sebuah bias kognitif (kesalahan sistematis dalam pola berpikir yang memengaruhi keputusan dan penilaian seseorang dalam menyederhanakan pemrosesan informasi) yang membuat orang bodoh sering kali menganggap dirinya paling pintar.

Orang-orang yang tidak berkompeten merasa dirinya paling kompeten dibanding orang lain. Ini bukan hanya sekedar masalah harga diri, namun juga bisa merusak diri sendiri atau bahkan bisa merugikan pihak lain.

Berdasarkan riset di dunia psikologi menunjukkan, bahwa manusia memiliki keterbatasan dalam menilai dirinya sendiri secara pasti. Buktinya, kita sering kali melebih-lebihkan kemampuan diri sendiri dalam sebuah bidang ataupun banyak bidang.

Ahli psikologi sosial, David Dunning dan Justin Kruger menyebutnya sebagai efek dunning-kruger. Efek dunning-kruger berarti mereka yang tidak mengerti satu topik cenderung lebih vokal dan merasa lebih superior dari pada lawan bicaranya karena merasa topik tersebut mudah dimengerti.

Sementara, individu yang sebenarnya mengerti satu topik tertentu, cenderung kurang vokal dan merasa inferior karena merasa masih banyak yang harus diketahui. Maka, orang-orang yang tidak memiliki kompetensi kerap mengukurnya secara berlebihan.

Lalu, mengapa seseorang masih mengabaikan ketidakmampuan metakognitif (merenung/mengamati proses berpikir/mengendalikan aktivitas kognitif) untuk mengenali kemampuan diri sendiri?

Pertama, mereka membuat kesalahan dan mengambil keputusan yang keliru. Kedua, rentetan kesalahan yang sama menghambat mereka paham akan kelalaian, dengan kata lain tingkat kepercayaan diri yang berlebihan, dan terlalu banyak bidang yang dilakukan tanpa ada satu pun yang kompeten.

Bayangkan seseorang menghabiskan satu sampai dua jam mempelajari cara jitu menjadi penulis, melalui video maupun artikel-artikel. Ia akan merasa begitu percaya diri karena sebelumnya ia tidak mengetahui subject tersebut. Namun, setelah mengetahui sedikit dan mendapatkan moment, ia akan menganggap telah mengetahui semuanya, sama seperti mereka yang telah menghabiskan tahunan untuk belajar dan mengasah dalam penulisan. Sialnya, saat ia memutuskan untuk berhenti di sana karena telah mengetahui banyak hal, maka ia telah mengalami efek dunning-kruger, yaitu kesalahan persepsi diri saat menilai kompetensinya.

Dalam keseharian kita, efek dunning-kruger dapat ditemukan dimana-mana. Dalam kadar tertentu, mungkin itu hal yang normal karena kepercayaan diri merupakan salah satu elemen penting dalam kehidupan sebagai manusia. Tapi, masalahnya sebagai sebuah bias kognitif, efek dunning-kruger dapat menciptakan hal-hal yang sangat merugikan, saat ia tidak menyadari menjangkiti masyarakat dan kehidupan kita. Akhirnya, muncul guru-guru gadungan, intelektual-intelektual karbitan yang sayangnya kerap mendapat dukungan yang berlebihan. Sebab, “Tong kosong nyaring bunyinya.”

Sama seperti apa yang dikatakan Imam Ghazali tentang jenis manusia yang paling buruk, yakni jenis manusia yang selalu mengerti, selalu merasa tahu, selalu merasa memiliki ilmu. Padahal ia tidak tahu apa-apa. Repotnya manusia jenis seperti ini ialah sulit disadarkan, jika diingatkan akan membantah, merasa tahu atau lebih tahu.

Maka, bagaimana cara untuk mengenali dan menghindari efek dunning-kruger dalam kehidupan kita?

Pertama, mintalah feedback, kritik dan saran dari orang lain. Meskipun terdengar menyakitkan, tapi itulah ramuan ajaib yang dapat membuka pikiran kita dan menilai kemampuan kita sendiri.

Kedua, jangan gonta-ganti profesimu dan teruslah berusaha. Karena, tiada usaha yang menghianati hasil.

Ketiga, dalam berbagai bidang dan hal yang tidak kita tahu, akuilah dengan berkata, “Saya tidak tahu.”

Semakin kita mengetahui, semakin kecil kemungkinan kita memiliki kekurangan dalam kompetensi kita. Mungkin, semua bisa disimpulkan seperti pepatah kuno, “Saat berdebat dengan orang bodoh, pertama-tama pastikan orang itu tidak melakukan hal yang sama”.

(Renita)

Baca Juga

Stay Connected

0FansSuka
20PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -

Latest Articles