Kutub.id- Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki keragaman suku bangsa bahasa, religi, maupun budaya. Kendati demikian, sebenarnya masih banyak pula hal-hal yang menunjukkan kesamaan, yakni orientasi para leluhur yang bertujuan sebagai kontrol sosial. Semua itu terproyeksikan dalam lambang kesatuan bangsa Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
Sebagai salah satu manusia yang tumbuh diantara banyak perbedaan, Hari Diversity Days Tahun 2022 diperingati guna menumbuhkan semangat dalam menghargai sejarah. Seperti halnya live talkshow yang dilaksanakan oleh Kutub.ID bersama HAMBurger Podcast dengan mengambil tema Bhinneka Tinggal Jika yang semula bertujuan menghubungkan masyarakat yang berbeda-beda tetapi tetap satu adanya.
Dalam pembahasannya, negara Indonesia banyak didiami oleh berbagai suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Hal inilah yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya di seluruh dunia. Perbedaan-perbedaan yang khas, seperti adat istiadat di daerah tertentu perlu diselidiki agar keberagaman dan kekayaan budaya tersebut secara jelas dapat diketahui oleh seluruh masyarakat.
Baca Juga: Inayah Wahid, Keberagaman adalah Sebuah Fakta
Selain itu, seperti halnya penduduk Jawa dan Sunda, budaya suku Jawa dan suku Sunda yang tumbuh dalam masyarakat menjadi bentuk ekspresi nyata terhadap akulturasi dua kebudayaan yang ada. Dengan demikian, pertumbuhan dan perkembangan setiap adat istiadat diberbagai daerah dapat dijadikan wacana atau perbandingan bagi adat istiadat lainnya.
Orang Jawa mendiami bagian tengah dan timur dari seluruh pulau Jawa, sebelah baratnya dihuni oleh suku Sunda. Penyebaran unsur-unsur kebudayaan dan sejarah dapat terjadi karena perpindahan dan penyebaran kelompok-kelompok manusia di muka bumi ini. Karena difusi inilah terjadi kontak budaya atau akulturasi antara kelompok pendatang dan kelompok yang didatangi.
Selain itu, ia menyebutkan ada tiga akulturasi dalam proses percampuran dua kebudayaan yang berbeda melalui kontak yang lama dan langsung, tetapi tidak menyebabkan hilangnya kepribadian kabudayaan itu sendiri. Pertama, proses akulturasi Jawa dan Sunda merupakan proses percampuran kebudayaan yang semuanya berproses dari timbulnya Sarekat Islam di Indonesia.
Dijelaskan dalam Sarekat Islam, bahwa tidak ada satupun yang bisa dijadikan alat pemersatu antara suku Sunda dan suku Jawa, kecuali agama Islam. Tiga tahun sebelum lahirnya BO, telah lahir sebuah gerakan nasionalis yang dipelopori oleh cerdik cendekia dan para pedagang Islam. Di bawah pimpinan H. Samanhudi, perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan yang berpengaruh. RM Tirtoadisuryo pada tahun 1909 mendirikan Sarekat Dagang Islamiah di Batavia.
Pada tahun 1910, Tirtoadisuryo mendirikan lagi organisasi semacam itu di Buitenzorg. Demikian pula, di Surabaya HOS Tjokroaminoto mendirikan organisasi serupa tahun 1912. Tjokroaminoto masuk SI bersama Hasan Ali Surati, seorang keturunan India, yang kelak kemudian memegang keuangan surat kabar SI, Utusan Hindia. Tjokroaminoto kemudian dipilih menjadi pemimpin, dan mengubah nama SDI menjadi Sarekat Islam (SI).
SI tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja. Hal ini terlihat pada susunan para pemimpinnya, Haji Samanhudi dan HOS Tjokroaminoto berasal dari Jawa Tengah dan Timur, Agus Salim dan Abdoel Moeis dari Sumater Barat, dan AM Sangaji dari Maluku. Tujuan SI adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di antara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat.
Walaupun organisasi ini berlabel agama, dimana selain kaum muslimin tidak boleh menjadi anggota, bukan berarti SI tidak peka terhadap perbedaan. Alasan menggunakan label Islam, karena hanya itulah harta yang tersisa, selebihnya telah dirampas Belanda. Islam juga diyakini bisa menjadi sarana pemersatu bangsa. Bagaimanapun juga Islam mengakui plularitas. Islam mensejahterakan semua rakyat. Islam senantisa berpihak kepada yang lemah. Adanya faktor Islam inilah yang membuat SI lebih progresif, tidak terbatas pada kelompok tertentu, dan menginginkan adanya kemajuan bagi seluruh rakyat.
Kedua, tidak ada yang tahu bagaimana suku yang berbeda-beda dapat bersatu melainkan dengan adanya keajaiban. Walaupun bangsa kita berbeda dan beragam dalam hal suku bangsa, mata pencaharian, bahasa daerah, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME, ras/keturunan serta gender, tetapi harus tetap berada dalam satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan dalam bingkai NKRI dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Tanpa adanya kesadaran sikap untuk menjaga Bhinneka Tunggal Ika, maka yang terjadi hanyalah kekacauan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang setiap orang akan hanya mementingkan dirinya sendiri atau daerahnya sendiri tanpa peduli kepentingan bersama.
Ketiga, suku Jawa dan suku Sunda dapat bersatu dengan rasa menghargai masing-masing budayanya, yaitu dengan adanya sejarah Indonesia yang melekat. Karena, setelah ratusan tahun Indonesia dijajah bangsa asing, pada tahun 1945 bangsa Indonesia memerdekakan diri. Di alam kemerdekaan ini, Indonesia mewujudkan, membentuk, dan meningkatkan kesatuan bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, ketika masa perjuangan pun, Indonesia sama-sama menolak penjajah dalam menduduki Indonesia. Indonesia tidak memandang suku dan etnik dalam mempertahankan Indonesia. Hal tersebut sudah terbukti, misalnya etnik Sunda pada divisi Kerajaan Siliwangi selalu dipimpin oleh suku non-Sunda. Sehingga, demi terjaganya NKRI, seluruh suku dan etnik saling bahu-membahu satu sama lain salah satunya dengan mempertahankan kebanggaan dan identitas bangsa Indonesia.
Lebih lanjut, talkshow ini ditayangkan melalui Youtube NU Jabar Channel dan HAMBurger Podcast, serta diisi oleh Iip D Yahya (Direktur Media Center PWNU Jabar), Agung Purnama (Dosen Sejarah UIN Bandung), Jesse Adam Halim (HAMBurger Podcast), dan Inaya Wahid (HAMBurger Podcast).
Editor: Renita
Sumber: NU Jabar Channel