Kutub.id- Masyarakat jazirah Arab dikenal menyukai syair-syair sebagai ekspresi kehidupannya, pada masa Rasulullah SAW ada seorang perempuan yang terkemuka yang memiliki kemampuan untuk merangkai kata menjadi kalimat-kalimat indah. Sebagian besar dari syair-syairnya terukir dalam sejarah islam, Ia adalah Khansa binti Amru bin Asy Syarid As Sulamiyyah. Dia datang kepada Rasulullah SAW bersama kaumnya, kemudian memeluk Islam.
Syair-syair yang Ia tulis mengisahkan bentuk cinta dan kasih sayang tulus untuk orang terkasih. Salah satu yang pernah ia tulis adalah syair kala saudaranya bernama Muawiyyah dan Shakr terbunuh. Padahal keduanya adalah saudara yang paling disayangi Khansa. Maka Khansa pun banyak menyenandungkan syair syair kesedihan karena meratapi kepergiannya dan salah satu karya syairnya adalah Al Mutaqarib. Syair nya berbunyi:
Menangislah dengan kedua matamu atau sebelah mata
Apakah aku akan kesepian karena tidak lagi penghuni di dalam rumah
Kedua mataku menangis dan tiada akan membeku
Bagaimana mata tidak menangis untuk Sakhr yang mulia
Bagaimana mata tidak menangis untuk sang pemberani
Bagaimana mata tidak menangis untuk seseorang pemuda yang luhur
Ibnu Atsir mengatakan, “Para ahli syair telah bersepakat bahwa tidak ada seorang wanita pun dari generasi sebelumnya maupun sesudahnya yang lebih ahli dalam bidang syair daripada dia.”
Ratapan ratapan kesedihannya itu sangat berpengaruh kepada dirinya sendiri maupun orang orang disekitarnya. Akan tetapi, setelah masuk Islam, Al Khanza pun berubah dari seorang pencipta syair yang berisi ratapan kesedihan dan tangisan berkepanjangan, menjadi seorang pemilik kesabaran yang indah. Kesabaran inilah yang akan terlihat oleh kita di dalam kisahnya pada saat perang Qadisiyyah. Peperangan itulah yang telah mengukir sejarah tentang peran Al Khanza dengan tinta cahayanya.
Diriwayatkan dari Az Zubair bin Bakkar, dari Abi Wajzah dari ayahnya, dia berkata, “Sesungguhnya, Al Khanza menyaksikan Perang Qadisiyyah dan dia memiliki empat orang anak laki laki. Maka dia berkata kepada mereka pada permulaan malam, “Wahai anak anak ku, sesungguhnya kalian memeluk Islam dan berhijrah atas pilihan hati kalian sendiri. Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya kalian adalah keturunan dari lelaki yang sama, sebagaimana kalian pun keturunan dari wanita yang sama. Aku tidak pernah mengkhianati ayah kalian, juga tidak pernah mencemarkan nama baik paman kalian, juga tidak pernah menjelek jelekan garis keturunan kalian, juga tidak pernah menodai nasab kalian. Sungguh, kalian semua mengetahui betapa besarnya pahala yang telah allah siapkan untuk kaum muslimin dalam memerangi orang orang kafir. Ketahuilah, sesungguhnya negeri akhirat yang kekal lebih baik daripada dunia yang fana ini.”
Karena Allah SWT berfirman, “Wahai orang orang yang beriman!Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (Ali Imran:200)
Maka jika Allah menghendaki kalian dalam keadaan selamat pada esok pagi, maka pergilah kalian untuk memerangi musuh kalian dengan penuh persiapan. Demi Allah, Dia akan menjadikan musuh musuh Nya selalu mengalami kekalahan. Apabila kalian melihat peperangan telah berlangsung sengit, telah berkoar dengan hebat, dan telah berselimut api di seluruh penjurunya, maka bersegeralah kalian memasuki medan perang dan bertempurlah bersama pemimpin kalian demi kehormatan pasukan. Raihlah ghanimah dan kehormatan di negeri keabadian dan kemuliaan.”
Lalu mereka maju bertempur hingga terbunuh sebagai syahid. Kemudian beritanya sampai kepada ibu mereka. Pada saat itulah, sejarah menggenggam penanya untuk menuliskan bagaimana kondisi ibu yang penyabar ini sekaligus kata katanya yang abadi di dalam lembaran lembaran sejarahnya. Ibu itu berkata, “Segala puji bagi allah yang telah memuliakan diriku dengan kematian mereka. Aku berharap kepada Rabbku agar Dia mengumpulkan aku dengan mereka di kediaman yang penuh dengan rahmat Nya.”
Kesabaran yang indah dan kesedihan yang mematahkan hati Khanza atas kematian seluruh anaknya menumbuhkan kecintaan nya kepada Rabb Nya, itulah pendidikan keimanan bagi hati yang tunduk terhadap perintah Allah dan ridha terhadap ketentuan Nya. Rasa cinta yang sangat besar terhadap Allah dan Rasul Nya, serta persembahan dengan segala sesuatu yang mahal dan sangat berharga demi rasa cinta itu.
Sikap keislaman Al Khansa kini menjadi lambang keberanian, kebesaran jiwa dan kemulian bagi sosok perempuan yang patut untuk diteladani dan menjadi contoh bahwa perempuan pun bisa tampil di ranah publik ikut serta menjadi panutan bagi anak-anaknya.
Penulis: Zakia Norma Yunita/Magang
Editor : Siti Fatonah