Kutub.id– Salah satu dari perempuan yang dikisahkan dalam sejarah gemilang umat islam adalah Siti Hajar Al-Mishriyyah. Seorang perempuan yang begitu mulia dengan penuh kesabaran juga ketegaran. Sebagai seorang istri, Ia begitu patuh pada suaminya. Ia Pun merupakan seorang wanita yang tawakal dan beriman dengan sungguh-sungguh kepada Allah semata. Seorang perempuan yang menjadi perantara munculnya mukjizat air zam-zam ini dikenal sebagai sosok yang taat beribadah dan tidak pernah mengeluh juga pantang menyerah dalam berbuat kebaikan.
Pernikahan Siti Hajar dan Nabi Ibrahim As
Siti Hajar merupakan istri kedua dari Nabi Ibrahim As, melalui Siti Hajar juga Nabi Ibrahim As memiliki buah hati dengan akhlak mulia yakni Nabi Ismail As. Sebelum menikah dengan Siti Hajar, Ibrahim telah menikah dengan Siti Sarah, Namun sayangnya pernikahan mereka tak kunjung diberikan buah hati.
Lantas Siti Sarah meminta Ibrahim untuk menikah lagi. Awalnya Ibrahim menolak permintaan istrinya tersebut karena baginya, Siti Sarah merupakan satu-satunya wanita yang ada dihatinya. Namun, Siti Sarah bersikeras meminta Ibrahim untuk menikahi wanita lain dan berharap sang suami mendapatkan keturunan.
Dengan berat hati namun dengan tetap menyerahkan segalanya kepada Allah SWT, Ibrahim memenuhi permintaan Siti Sarah untuk menikah lagi. Lalu Ibrahim pun mempersunting Siti Hajar. Menurut Syeikh Dr Mustafa Murad, guru besar Universitas Al Azhar, dalam bukunya Zaujat al Anbiya, Siti Hajar pada awalnya merupakan budak yang membantu Sarah, istri Nabi Ibrahim. Ia didatangkan dari tanah Kan’an untuk menemani Nabi Ibrahim, dalam perjalanan panjang dari Mesir menuju Makkah.
Dari pernikahannya tersebut, Allah menganugerahkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Ismail. Kehamilan juga kelahiran Ismail ini rupanya membuat Siti Sarah merasa cemburu dan meminta sang suami untuk membawa Siti Hajar ketempat yang jauh dan ketempat dimana Siti Sarah tak lagi bisa menemukan Siti Hajar dan Ismail.
Siti Hajar dibawa ke Lembang Gersang
Nabi Ibrahim pun membawa Siti Hajar dan anaknya Ismail yang masih menyusui ke tempat yang jauh menuju Baitul Haram. Siti Hajar bersama buah hatinya Ismail dibawa menuju ke suatu lembah yang tiada rumput maupun tumbuhan sama sekali pun disana. Tidak ada juga air maupun tanda-tanda kehidupan disana. Tempat tersebut kelak dikenal dengan sebutan Mekkah.
Setelah berada di atas lembah, Nabi Ibrahim meninggalkan keduanya. Menurut sebuah riwayat, menceritakan bahwa Ibrahim tak menoleh sekalipun kepada Siti Hajar meskipun Ia menangis dan terus memanggil namanya. Semakin jauh Ibrahim meninggalkannya, Siti Hajar lalu mengejar suaminya dan mengatakan, “Apakah Allah yang memerintahkan kepadamu untuk melakukan ini?.” “Benar” jawab Ibrahim. “Kalau begitu, Allah tidak akan menyia-nyiakan kami,” ungkap Siti Hajar. Kemudian Siti Hajar kembali dan Nabi Ibrahim AS melanjutkan perjalanannya. Hingga sampai pada sebuat jalan setapak di gunung, ia menghadap ke arah Baitullah dan berdoa
Dalam QS. Ibrahim ayat 37 Allah berfirman:
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezeki lah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS. Ibrahim : 37).”
Munculnya Air Zam-Zam
Saat Ibrahim tak lagi kelihatan, Siti Hajar memandang semua wilayah di lembah, kosong, gersang dan sangat panas. Kemudian mulai menyusui anaknya dan meminum air persediaan. Hingga ketika air yang ada di geriba habis, dia menjadi kehabisan, begitu juga anaknya. Lalu dia memandang kepada Ismail sang bayi yang sedang menangis meronta ronta.
Perempuan berhati mulia ini pun berlari dari bukit Shafaa ke bukit Marwa sebanyak tujuh kali, untuk mencari perbekalan dan berharap bertemu sufi yang akan membantunya. Sayangnya, ia tidak menemukan apapun. Peristiwa Siti Hajar berlari dari Shafaa ke Marwa kemudian dikenal dengan Sa’i dan menjadi rukun dalam pelaksanaan Ibadah Haji.
Saat kebingungan juga kegelisahan yang menyelimuti hati dan juga pikirannya, Allah memberikan mukjizat-Nya. Dari bawah kaki Ismail kecil yang sedang menangis karena kehausan, muncul sumber mata air yang kini dikenal sebagai air zam-zam. Air tersebutlah yang membantu Siti Hajar dan Ismail kecil bertahan. Tak hanya muncul air, beberapa waktu kemudian lewat beberapa sufi yang akhirnya membantunya mengatasi segala kesulitan di lembah yang gersang tersebut.
Begitulah kisah Siti Hajar yang tercatat dalam sejarah islam. Siti Hajar sangat bisa dijadikan sosok panutan untuk perempuan masa kini, agar lebih tegar ketika menghadapi masalah. Tetap kuat dan tidak putus asa ketika kesulitan bertubi-tubi serta menjadi panutan seorang ibu yang begitu penuh cinta dan kasih sayang.
Teks/Gambar : Zakia Norma Yunita
Editor : Siti Fatonah