Sabtu, September 23, 2023

Lebel Ta’aruf

Kutub.id – Gadis berkerudung putih lebar duduk melingkar dengan anak perempuan dan lelaki seusianya, di hadapan mereka ada seorang lelaki yang umurnya lebih tua dua tahun dari yang lain. Sesekali adis itu merubah-rubah posisi duduknya agar tidak merasa pegal, kegiatan mentoring remaja mesjid ini sering terlihat syahdu setelah shalat Ashar.

Hening. Begitulah keadaan mentoring anak-anak remaja mesjid, kali ini membahas tentang tujuh golongan orang yang akan mendapat pertolongan Allah di saat tindak ada lagi pertolongan, salah satunya adalah seorang pemuda yang hatinya selalu terpaut untuk memakmurkan masjid. Lelaki berkaca mata yang duduk di depan adik kelasnya itu menjelaskan dengan rinci, binar-binar semangat membalut setiap kata-katanya.

“Kang Zahi selalu nampak bersemangat yah Fa kalau lagi ngisi mentoring gini,” bisik perempuan yang duduk disamping gadis berkerudung panjang.

“Iyah, aku kagum deh hehe,” ujar Syifa, gadis berkerudung panjang. Mereka mendengarkan kembali pemaparan kang Zahi dengan khusuk.

“… Yang selanjutnya yang akan mendapat pertolongan ketika tidak ada lagi yang bisa memberikan pertolongan yaitu para pemuda pemudi yang saling mencintai karena Allah, mereka senantiasa melandasi cinta mereka kepada Allah dan melangkahkan cintanya itu di sebuah pernikahan. Oleh karena itu mari kita jaga hati kita, agar seseorang yang ditakdirkan untuk kitapun menundukkan hatinya. Wallahu a‘lam bishshawab, mari kita tutup majelis  ini dengan membaca do’a akhir majelis.

Subhannakallohumma wabi hamdika asyhadu ‘alaa ilaha illa  anta astagfiruka waa atubu ilaih,” ucap yang lain bersama-sama.

Mentoring selesai dan ditutup dengan do’a akhir majelis, para remaja pun dengan tertib meninggalkan beranda mesjid. Ada yang duduk-duduk dulu dengan teman-teman yang lain untuk sekedar berbincang-bincang, ada juga yang langsung pulang.

“Syifa, mau langsung pulang?” tanya seorang lelaki yang baru saja membuyarkan lamunannya.

“Eh…kang Zahi, engga kang mau nunggu dulu Rani yang sedang eskul PMR,”

Mereka pun berbincang-bincang ke sana ke mari, Kang Zahi menceritakan tentang hidupnya, curhat secara tidak sengaja pun tak dapat dihindarkan. Sudah satu bulan Syifa masuk SMA, memakai rok abu-abu dan menjalankan aktivitas sebagai anak SMA, menyibukkan diri dengan ikut salah satu ekstrakulikuler remaja mesjid.

Awan senja berarak, langit biru berganti dengan warna jingga yang gagah. Syifa pun pulang dengan sahabatnya Rani begitu pula dengan lelaki bernama Zahi. Namun, sebelum pulang mereka bertukar nomer handphone. Seuntai senyuman mengakhiri perbincangan mereka hari ini, angin sore berarak membawa rindu dan kagum yang tersembunyi.

***

Setelah mengobrol tempo hari itu, Syifa dan Zahi semakin dekat. Setelah acara mentoring pasti mereka mengobrol meskipun tidak ada hal yang begitu serius,. Hampir tiap waktu mereka saling mengirim pesan singkat, terkadang juga menelpon lagi-lagi hanya untuk berbicara basa-basi, ada perasaan aneh yang mulai tumbuh di hati mereka.

Sebenarnya jauh sebelum Syifa dekat dengan lelaki berkaca mata itu, diam-diam Zahi sering memperhatikan Syifa yang sedang mengikuti mentoring atau latihan public speaking, diam-diam dia sering mencuri-curi untuk melihat perempuan bermata madu itu. Semakin lama bunga di taman disiram maka akan semakin cepat tumbuh, begitu pula dengan rasa kagum yang terus bergejolak di hati Zahi, seperti bunga di taman yang terus disiram lama-lama rasa kagum itu turun menjadi rasa suka yang berujung pada cinta.

Setelah selesai mentoring  Syifa terburu-buru meninggalkan forum, lelaki berkaca mata itu langsung menangkap gerak-gerik Syifa. Lelaki itu bergerak dengan sigap mengejar gadis bermata madu.

“Syifa tunggu sebentar!” terik Zahi, menghentikan langkah Syifa.

Syifa pun menoleh kearah sumber suara itu, matanya memincing dan dahinya mengrut, “Ada apa lagi” batinnya.  Zahi berjalan dengan tergesah-gesah, senyuman melukis di bibir tipis lelaki itu, Syifa pun membalas senyumannya namun senyuman tipis yang diberikannya.

“Ada waktu sebentar?”.

“Ada apa memangnya?” Syifa bukannya menjawab tetapi malah balik bertanya.

“Ada yang mau aku bicarain de, ayoo,” alisnya mengangkat sebelah sebagai tanda ajakan.

Tanpa menjawab Syifa pun berjalan mengikuti Zahi, mereka melangkah dengan langkah yang lunglai menuju taman belakang sekolah. Sebuah kursi panjang dengan ukiran bunga menghadap air mancur telah menunggu mereka, Zahi duduk dengan kepala menunduk dan Syifa hanya diam menunggu sebuah kata meluncur dari mulut lelaki berkaca mata itu, hening–  begitulah keadaannya.

“Aku ada salah apa sama kamu de,? Kok kamu seperti  menjauh dari aku, setiap di sms pasti jawabannya singkat di telepon jarang diangkat,” ujar Zahi memecah hening diantara mereka.

“Engga ada yang salah kak, hanya saja belum tepat,” jawabnya sambil menerawang langit.

Bukannya menjawab, Zahi malah memperlihatkan wajah bingungnya. Syifa melihat sepintas dan  mengalihkan pandangannya. Syifa menjelaskan tentang desas-desus anak remaja mesjid lainnya perihal mereka yang terlalu sering mengobrol berdua, padahal hal itu tidak boleh. Syifa pun mulai risih dengan sikap Zahi yang terlalu berlebihan, mengirim sms tiap waktu dan menelepon tiap malam. Syifa hanya takut perasaan yang tidak halal itu menyinggapi di hatinya.

“Tapi yang kita lakukan ini tidak salah de, kita bisakan hanya ta’aruf,” sanggah Zahi.

“Kak, tidak ada yang namanya pacaran islami. Bukankah kakak sendiri yang pernah menyampaikan tentang tujuh golongan orang yang akan mendapat pertolongan Allah saat tidak ada lagi pertolongan, salah satunya orang yang saling mencintai karena Allah dan melabuhkannya di sebuah pernikahan. Apa yang kakak maksud ta’aruf? Kak ini itu hanya sebuah lebel ta’aruf bukan ta’aruf yang sesungguhnya. Ta’aruf yang sesungguhnya itu saat akan menikah bukan seperti ini,” Syifa menjelaskan secara lebar.

Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Zahi, ia hanya menunduk lemah karena merasa malu. Syifa meninggalkan lelaki berkaca mata itu, langkahnya pasti tidak ada rasa menyesal dihatinya.  Ia yakin akan ketentuan Allah, jika mereka berjodoh pasti akan Allah pertemukan pada majelis yang di ridhoi-Nya, bukan sekarang tapi nanti.

(Siti Fathonah)

Baca Juga

Stay Connected

0FansSuka
20PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -

Latest Articles