Kutub.id– Belajar agama di dunia pesantren dalam masa saat ini sudah tidak asing lagi dan bukan hal yang aneh. Berbeda dengan zaman dahulu, anak-anak yang mondok pada zaman dahulu memasuki pondok pesantren atas kemauannya sendiri dan juga ikut serta dalam membangun pesantren tersebut dan terlihat masih sangat tradisional. Berbeda dengan saat ini, pondok pesantren sudah maju dan banyak pondok pesantren modern serta metode ajarannya dengan teknologi modern pula.
Pendidikan yang berbasis keagamaan dan menumbuhkan untuk penerus jalanya para ulama hanya di pondok pesantren namun mondok di pondok pesantren tidak menjamin santri-santrinya baik shaleh, pinter, sukses, bernilai, menjadi seorang ustadz ataupun kiai. Pesantren tidak pasti menjamin seperti itu, itu semua tergantung dari santri-santrinya tersebut, bagaimana mereka belajar, menghafal, melakukan ibadah amaliahnya dan sebagainya, semua tergantung diri seorang santri.
Banyak orang-orang sukses yang tidak hanya menjadi muballigh ataupun ahli agama yang lulusan pesantren seperti para pejabat, pengusaha-pengusaha dan, abdi negara sekalipun banyak yang lulusan dari pesantren. Sebab dakwah tidak hanya bil lisan, tapi bil hal, dengan perdagangan, dan lain sebagainya.
Pesantren hanyalah sebagai fondasi untuk bekal menuju dewasa nanti dan sukses di bidang masing-masing santri. Seperti kata pepatah:
مَنْ جَدَّ وجَد
“Barang siapa yang bersungguh-sungguh maka akan dapat”
Ada juga pepatah lain:
مَنْ صبر ظفر
“Barang siapa yang bersabar maka akan beruntung”
Pepatah ini sangat bernilai di kalangan santri bahkan beberapa pondok pesantren menaruh kalimat tersebut pada halaman pesantren. Namun, pesantren menjamin santri-santri mengetahui akidah-akidah dasar dan hukum-hukum fiqih yang biasa digunakan di masyarakat terutama tentang tauhid agama Islam.
Jika dalam istilah orang Jawa “Mondok ben mundak” menetap diri untuk mencari ilmu di dunia pesantren agar mundak (ilmunya) sing lillah ben ora lelah”.
(Reza Nur Rifa’i)