Oleh Ahmad Husain Fahasbu
Banyak yang tak tahu sosok sahabat perempuan yang pernah menolak cinta Nabi. namanya Fakhitah, saudara kandung Imam Ali bin Abi Thalib. Nabi melamar Fakhitah dua kali; pertama di masa sebelum Islam dan kedua setelah masa Islam. Dalam dua kesempatan itu lamaran Nabi ditolak.
bukan tanpa alasan kenapa lamaran Nabi ditolak. saat lamaran pertama, Abu Thalib sudah kadung menjodohkan Fakhitah dengan Hubairah. sementara lamaran kedua ditolak sebab Fakhitah merasa tak siap menikah dengan Nabi. ia khawatir tak bisa melaksanakan tugas sebagai istri (aplalagi istri Nabi) secara maksimal.
Ketika lamaran kedua, Fakhitah menolak sembari memberi kata-kata yang amat puitis. ia berkata:
“Wahai Nabi! Bukan aku tak cinta kepadamu, sungguh ketika masa jahiliyah aku amat mencintaimu apalagi saat ini (masa Islam). Namun ketahuilah, hak-hak seorang suami amat besar, aku takut menyakitimu kelak.”
Nabi pun memaklumi penolakan Fakhitah. Meski demikian hubungan keduanya tetap terjalin baik, lebih-lebih Fakhitah adalah sepupunya.
Fakhitah masuk Islam ketika peristiwa Fathu Makkah (penaklukkan Mekkah), sementara suaminya kabur ke daerah Najran. Ketika peristiwa Fathu Mekkah ini, saudara kandungnya, Ali bin Abi Thalibb hendak membunuh dua orang laki-laki yang masih keluarga mertuanya. Dua orang itu kemudian meminta perlindungan kepada Fakhitah.
Fakhitah menemui Nabi di dataran tinggi Mekkah. Ketika melihat Fakhitah datang Nabi memberi ucapan selamat datang dan bertanya,
“Apa keperluan Fakhitah?”
Fakhitah menjawab:
يا نبي الله، كنت قد أمنت رجلين من أحمائي فأراد علي قلتهما
“Wahai Nabi Allah Swt. sungguh aku memberi jaminan kepada dua orang dari kerabat mertuaku, yang hendak dibunuh oleh Ali”.
Rasul kemudian bersabda:
قد أجرنا من أجرت يا أم هانئ وأمنا من أمنت فلا تقتلهما
“Sungguh aku menjamin keamanan orang yang engkau jamin keamanannya Wahai Ummi Hani dan aku memberi kemanan orang yang engkau beri rasa aman, hingga jangan bunuh kedua orang ini”.
Dari kisah ini, bisa diambil pelajaran bahwa Islam di era Nabi begitu mendengarkan suara dan saran perempuan. Suara perempuan tidak dipandang sebelah mata bahkan oleh Nabi sendiri.
Dalam konteks itu, Islam sedang mengangkat citra, posisi dan marwah kaum perempuan. Ia memiliki hak dalam kehidupan bersama sebagaimana kaum laki-laki. Itu semua sebagai bentuk perlawanan kepada tradisi jahiliyah yang memperlakukan perempuan secara diskrimintaif.
Umar bin Khattab berkata:
والله انا كنا في الجاهلية لا نعد للنساء أمرا حتى أنزل الله منهن وقسم لهن ما قسم
“Sesungguhnya kami pada masa jahiliyah dulu tak pernah menganggap satu hal pun dari perempuan sehingga Allah menurunkan tentang mereka (dalam al-Qur’an) dan Allah membagi (hak) untuk mereka”.
Penulis adalah alumni Ma’had Aly Situbondo