Kutub.id – Di Indonesia, naskah-naskah kuno berperan secara signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan berbagai tradisi di antara suku-suku di berbagai daerah. Tidak terkecuali juga di pulau Lombok, terdapat kearifan lokal ini yakni tradisi membaca naskah Jawi dan Kawi pada orang-orang Sasak di Lombok.
Apabila menilik lebih jauh, jalinan teks-teks dalam naskah-naskah kuno terakulturasi dengan konteks-konteks kebahasaan, kebudayaan lokal, dan pola anutan keagamaan yang menyebar di sepanjang jalur kepulauan yang terbentang dari ujung Filipina hingga kepulauan Polinesia. Akulturasi ini mengambil bentuk yang beragam satu sama lain. Salah satu akulturasi yang melahirkan tradisi menulis Jawi dan Kawi dengan kesusastraan dan kebudayaan mengobati ada di pulau Lombok.
Temuan Penelitian
Pulau Lombok menjadi daerah penyalinan teks-teks Kawi dan Jawi yang kuat pada abad-abad pertengahan, yaitu pada abad ke-15 hingga ke-17. Pulau yang dijadikan jalur migrasi sejak era pelayaran orangorang Austronesia hingga pelayaran orang-orang Bugis dan Makassar ini memiliki tradisi mengobati dengan berbagai jenis tumbuhan dan ritual menanam beserta menjaga tanaman-tanaman obat di hutan. Oleh suku yang menempati Pulau Lombok yang dikenal dengan Suku Sasak, tradisi dan ritual tersebut dijaga dalam teks pernaskahan yang dinamakan dengan Usada Rara.
Dari Labuan Lombok, naskah-naskah berbahasa Arab-Melayu tersebar di pedesaan di Timur Lombok. Di antara naskah-naskah tersebut adalah Kitab Tharīqat, Naskah Ma’rifat al-Jabbār, dan Sair as-Salikin. Dan dari Labuan Carik, naskah-naskah berbahasa Kawi tersebar luar dari Utara Lombok hingga sisi Selatan Lombok, di antaranya adalah Naskah Wariga, Ana Kidung, dan Naskah Pengobatan Usada Rara.
Pada masa Tuan Guru pada abad ke 18 pertengahan, yaitu era Tuan Guru Haji Umar Buntimbe dan Tuan Guru Haji Abdul Ghafur, pengajaran Islam, khususnya fikih, melalui teks-teks naskah pengobatan semakin marak digunakan. Ini terlihat dari Naskah Selawat dan Naskah Tuhfah al-Mursalah yang tidak sekedar berbicara mengenai tata cara ibadah, aturan-aturan normatif dalam Islam. Namun, juga menjelaskan tentang aspek pengobatan dalam Islam.
Nilai Keagamaan dan Lingkungan
Berbicara tentang naskah-naskah pengobatan di Lombok adalah berbicara tentang rangkaian akulturasi berbagai kebudayaan. Apabila menilik kembali ke ranah sosio-historis, naskah-naskah pengobatan kemungkinan berkembang di Indonesia bersama dengan menguatnya tradisi pernaskahan sejak abad ke-7 M.
Di antara naskah-naskah ini misalnya adalah Naskah Nanhai Chikuei Neifa Chuandan Naskah Tantang Hsi Yu Chiufa Kao Seng Chuan. Kedua naskah Buddha yang ditulis oleh seorang pendeta asal Tiongkok yang bernama I-Tsing di Pusat Pembelajaran Sriwijaya di Jambi antara Tahun 689-692 Masehi banyak mempengaruhi perjalanan kebudayaan di berbagai daerah di Indonesia berabad-abad setelahnya.
Dari beragam naskah-naskah Kawi dan Jawi di Lombok, naskah yang dijadikan sebagai bagian dari tradisi pengobatan adalah Naskah Usada, Naskah Azimat dan Naskah Ana Kidung. Ketiga jenis naskah ini biasanya hanya dapat ditemukan di masyarakat dan sangat sedikit jumlahnya di Museum Nusa Tenggara Barat. Di antara naskah-naskah tersebut yakni Naskah Andanigar yang berbicara soal sosial dan keagamaan, Naskah Alam Kudus tentang teologi filsafat dan lain sebagainya.
Selain itu, di antara naskah-naskah yang ada di Museum dan masyarakat, yang menjadi rujukan dalam mengobati penyakit adalah Naskah Usada Rara. Naskah ini merupakan bagian paling esensial dari tradisi orang-orang Sasak di Lombok dalam bidang pengobatan.
Di samping mengajarkan tentang jenis daun, akar, batang dan buah dari pohon yang dijadikan sebagai obat, naskah ini secara umum juga mendeskripsikan secara singkat mengenai teknik pengobatan yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, yang di antaranya adalah mengenai tata cara ibadah dan penjelasan tanaman dan tumbuhan yang baik menurut Islam.
Di museum dan masyarakat, terdapat lima buah Naskah Usada yang ditemukan di antara masyarakat, yaitu Naskah Usada 1 sampai Naskah Usada 5. Salah satu diantaranya yakni Naskah Usada 1. Naskah ini ditulis dengan cara digores di atas Daun Lontar menggunakan Pisau Pangot. Sistem penulisannya adalah “Rekto Verso” atau bolak balik. Naskah ini berisi tentang pengobatan tradisional atas macam-macam penyakit, berbagai jenis bahan obat-obatan, cara pembuatan serta doa-doanya. Jumlah halaman naskah ini adalah 5 lempir (10 halaman) dengan huruf Jejawan dan bahasa campuran Sasak dan Bali.
Di antara orang-orang Sasak di Lombok, kelima jenis naskah Usada ini menjadi acuan bagi pelaksanaan tiga tradisi, yaitu Tradisi Mengobati dan Tradisi Menjaga Hutan.
Selain Naskah Usada Rara, naskah yang menjadi sumber acuan pengobatan orang-orang Sasak di Lombok adalah Ana Kidung. Naskah yang menceritakan tentang kisah Nabi Adam dan Siti Hawa ini mengajarkan tentang spiritualitas. Pada sisi lain, pengajaran tentang mantra pengobatan membuat sebagian isi naskah ini seperti sama dengan Ana Kidung Rumeksa ing Wengi yang ada di masyarakat Jawa.
Di Lombok, orang-orang Sasak memiliki aturan-aturan adat yang dikenal sebagai Awig-Awig yang tidak lepas dari ajaran-ajaran Islam dalam Fikih. Salah satu Awig-Awig yang menjadi standar hidup orang-orang Sasak adalah Awig-AwigPengelolaan Hutan dan Tanaman Obat, salah satu di antaranya:
Pertama, sakit perut terasa seperti ditusuk-tusuk diobati dengan kulit telur atau jeringau. Cara pembuatannya yakni dibakar sampai gosong menjadi arang lalu dilulurkan pada perut.
Kedua, sakit panas dan kesurupan diobati daun Gandarusa, Ketumbar dan Sebi Gawah (cabe hutan). Cara pembuatannya ditumbuk sampai halus dan dilulurkan ke seluruh tubuh.
Ketiga, sakit kencing batu diobati dengan batang pohon Patah Tulang (Tungkul). Caranya direbus dan diminum.
Kesimpulan
Secara kultural, hutan merupakan aset bersama antara masyarakat dengan Pemerintah di Indonesia. Pentingnya posisi dan peran hutan ini tercatat dalam Naskah Usada Rara dalam bentuk runutan Tanaman-Tanaman Obat dengan berbagai teknik mengobati yang unik. Meski luas hutan semakin menurun dan jumlah lahan kriris meningkat tajam di Indonesia.
Namun, dengan mengembalikan tradisitradisi lokal yang kaya dan ajaran-ajaran lingkungan dalam Naskah-Naskah Pengobatan, maka fungsi hutan secara perlahan kembali ke bentuk sejatinya yaitu untuk memberikan manfaat kepada masyarakat. Dan tentunya menjadi bagian penting dari pertumbuhan Islam yang ramah lingkungan di banyak wilayah di Indonesia. (RMF)
Tulisan ini adalah rangkuman dari diseminasi penelitian Lalu Muhammad Ariadi (Institut Agama Islam Hamzanwadi Nahdhatul Waton Pancor, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat). Diterbitkan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kementerian Agama tahun 2020.
Gambar ilustrasi: Bebubus, Tradisi Unik Pengobatan Khas Lombok (pikiran-rakyat.com)
Sumber: iqra.id